Minggu, Januari 12, 2025
Google search engine
BerandaHukumIPW Nilai Polri Tidak Serius Tangani Kasus Pemerasan Terhadap WN Malaysia

IPW Nilai Polri Tidak Serius Tangani Kasus Pemerasan Terhadap WN Malaysia

Parametertoday.com, JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa mengatakan, adanya rencana Pengembalian uang hasil pemerasan Rp 2,5 Miliar oleh Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

“Pasalnya, kalau Institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundamgan dan menurut hukum, maka uang yang disita itu adalah, merupakan barang bukti hasil kejahatan. Sehingga, kalau uang yang disita dikembalikan maka, tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut,”ujar ketua Presidium IPW dalam siaran pers tertulisnya, Senin (6/01/2024).

Menurut Sugeng, Penegak hukum sejatinya tahu, bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan. Polisi kata Sugeng sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang 2,5 milyard rupiah tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan.

Jadi lanjut Sugeng, kalau uang yang disita sebesar Rp 2,5 Miliar dari 45 korban pemerasan WN Malaysia tersebut jadi dikembalikan, maka sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum yang tentunya tanda tanya masyarakat. Selain itu juga akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot. Sebab, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum. Padahal sudah terlanjur ramai di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri. Dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur Restorarive justice.

“Hanya melalui proses pemeriksaan pidana maka dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa didalami modus,.motif serta aliran dana kepada pihak lain dan juga adanya potensi TPPU bisa muncul karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak2 lain,”tambahnya.

Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai, yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal. Hal ini sesuai yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan memberi perintah tegas kepada jajarannya agar tak segan memberi hukuman kepada anggota yang melanggar hukum.

“Perlu tindakan tegas, jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada Kasatwil yang ragu, bila ragu, saya ambil alih,” kata Kapolri dalam arahannya kepada jajarannya secara daring di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19 Oktober 2021),”tegas Sugeng mengutip pernyataan orang nomor satu di Polri.

Sehingga, menurut Sugeng kalau institusi Polri melalui Propam Polri melakukan pengembalian uang Rp 2,5 Miliar kepada korban pemerasan penonton DWP, maka hal itu merupakan pengkhianatan terhadap janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan mempidanakan anggotanya yang melanggar hukum.

Sementara itu lanjut Sugeng, Saat ini sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan tiga anggota Polri di-PTDH dalam kasus pemerasan penonton DWP yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka yaitu Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak, Kasubdit III Dirresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, dan Eks Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.

Kombes Donald Simanjuntak dan AKP Yudhy Triananta Syaeful dipecat dalam sidang etik pada Selasa (31 Desember 2024). Sementara AKBP Malvino Edward Yusticia (MEY) dipecat dalam sidang etik pada Kamis (2 Januari 2025) lalu.

Mencermati hal itu pihaknya dari, Indonesia Police Watch (IPW) menilai aneh putusan PTDH terhadap mantan direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang perannya “hanya tahu tapi tidak menindak”. Hal ini merupakan putusan ambigu karena diartikan lalai. Sehingga Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak tidak sepatutnya dipecat dengan alasan karena tidak melarang dan menindak anggotanya yang memeras.

“Dengan begitu, putusan dari Sidang Komisi Kode Etik Polri ini, akan menjadi celah di dalam tingkat banding, akan tetjadi putusan yakni dari PTDH ke demosi. Hal ini seperti terjadi pada anggota yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo dan naik pangkat. Karenanya, putusan kasus pemerasan penonton DWP oleh anggota Polri yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat itu, akan menjadi acuan langkah institusi Polri di tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya di era Presiden Prabowo,”tandas Sugeng seraya mengatakan, Sikap dari Presiden Prabowo sebagai pimpinan langsung dari lembaga Polri sangatlah ditunggu. (bes)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments